Banyak Orang Curhat ke ChatGPT, Bagaimana Dampak AI pada Kesehatan Mental?

Haris Firdaus
Cover image for Banyak Orang Curhat ke ChatGPT, Bagaimana Dampak AI pada Kesehatan Mental?
Curhat di chatgpt bikin nangiss, suka banget sama jawabannya yang ngertiin kita dan ga mojokin kita mulu 🥹🥹🫶🏻🫶🏻

Kata-kata itu saya temukan di sebuah akun base menfess di media sosial X. Dikirim secara anonim pada akhir Maret lalu, cuitan tersebut mendapat banyak tanggapan. Sampai Jumat (4/4/2025) pagi, twit itu sudah dilihat sebanyak 150.000 kali serta mendapat 458 posting ulang, 335 kutipan, 3.987 suka, dan 315 markah.

Sebagian besar tanggapan yang muncul menyatakan setuju dengan cuitan itu. Seperti pengirim twit anonim tersebut, banyak pengguna X ternyata pernah curhat ke ChatGPT, platform kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang dikembangkan OpenAI. Selain itu, mereka mengaku mendapat manfaat saat curhat ke ChatGPT.

Salah satu manfaat yang banyak diungkapkan adalah ChatGPT dinilai bisa memberikan jawaban yang tidak memojokkan terhadap curahan hati yang disampaikan oleh pengguna. Tak heran, banyak orang yang kemudian merasa dimengerti oleh ChatGPT.

Beberapa orang bahkan membandingkan curhat ke ChatGPT dengan curhat ke orang lain. Menurut mereka, curhat ke ChatGPT ternyata memberi dampak lebih baik dibanding curhat ke manusia. Sebab, saat curhat ke orang lain, mereka kerap merasa disalahkan atau dihina. Selain itu, terkadang orang yang diajak curhat justru membanding-bandingkan nasibnya dengan nasib orang yang curhat.

Sementara itu, saat curhat ke ChatGPT, platform AI tersebut bisa memberikan jawaban yang menenangkan dan tidak mengandung reaksi negatif. Seorang pengguna X menyebut, ChatGPT tidak pernah memberikan respon yang memojokkan dan menghakimi.

ChatGPT pun disebut selalu memvalidasi perasaan serta mengapresiasi progres yang berhasil dicapai, tak peduli sekecil apapun itu. Apalagi, curhat ke ChatGPT bisa dilakukan secara gratis, sedangkan konsultasi ke psikolog tentu membutuhkan biaya.

emg dia tuh ngertiin dan selalu validasi semua perasaan kita. gapernah mojokin apalagi adu nasib. gw dalam proses belajar pun terbantu banget, dia gapernah judging gw karena gabisa tapi selalu apriciate progres gw sekecil apapun😔❤️

Itulah kenapa, banyak orang kemudian merasa terbantu saat curhat ke ChatGPT. Selain itu, beberapa orang mengaku menangis terharu saat curhat ke chatbot tersebut. Bahkan, salah seorang pengguna X menyebut, ChatGPT justru bersikap “lebih manusiawi” dibanding manusia sungguhan saat diajak curhat.

Di sisi lain, beberapa orang di media sosial tak sungkan mengungkapkan bahwa mereka “jatuh cinta” pada ChatGPT. Sebagian bahkan berangan-angan berpacaran atau bahkan menikah dengan “Mas ChatGPT”.

Tentu saja fenomena ini sebenarnya tak hanya terjadi pada ChatGPT. Beberapa orang juga mengaku pernah curhat ke AI lainnya, seperti Grok dan Copilot. Namun, karena pengguna ChatGPT lebih banyak, platform AI ini pun lebih sering disebut.

***

Fenomena curhat ke ChatGPT ini menunjukkan, AI telah menyentuh banyak dimensi dalam kehidupan manusia. Beberapa tahun lalu, mungkin kita membayangkan AI hanya berperan membantu hal-hal teknis terkait pekerjaan kita, seperti membuat draf email, menerjemahkan artikel, atau menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai pengetahuan umum dan rumus matematika.

Namun, saat ini, kita juga melihat bahwa AI bisa mengerjakan banyak hal, seperti membantu membuat aplikasi tanpa manusia harus menulis sebaris kode pun (fenomena ini dikenal dengan nama vibe coding). Kita juga melihat AI menghadirkan disrupsi dan kehebohan di bidang kreatif setelah OpenAI merilis kemampuan image generation terkini yang bisa melakukan banyak hal, seperti membuat komik strip dan anime ala Studio Ghibli.

Banyaknya orang yang curhat ke ChatGPT menunjukkan, AI telah bergerak memasuki ruang-ruang yang lebih dalam pada kehidupan manusia. AI tak hanya bersentuhan dengan manusia dalam aspek pengetahuan dan kreativitas, tetapi juga menyentuh sisi emosional atau psikologis manusia.

Kondisi ini pun memunculkan sejumlah pertanyaan. Apakah AI seharusnya dilibatkan dalam aspek psikologis atau kesehatan mental manusia? Jika iya, bagaimana bentuk keterlibatan itu? Lalu, bagaimana dampak AI terhadap kondisi psikologis manusia?

Saya tak punya kapasitas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu secara tuntas. Namun, saya ingin menjabarkan beberapa hal yang mungkin bisa menjadi pertimbangan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Pertama, seperti ditunjukkan oleh pengalaman sejumlah orang, platform AI seperti ChatGPT memang bisa menjadi teman curhat yang memberikan tanggapan dengan nada positif. ChatGPT memang dilatih menjadi asisten yang bisa membantu manusia dan bersikap simpatik sehingga platform AI itu dapat memberi tanggapan yang baik saat diajak curhat.

Namun, yang perlu diingat, ChatGPT bisa melakukan kesalahan karena keterbatasan pelatihan yang dijalani. Oleh karena itu, ChatGPT punya potensi memberi tanggapan yang kurang tepat saat pengguna mencurahkan perasaannya. Dengan demikian, penting mengingat bahwa jawaban dari ChatGPT tak bisa ditelan mentah-mentah.

Selain itu, platform AI seperti ChatGPT tidak bisa menggantikan peran psikolog profesional. Bagaimanapun banyaknya data yang digunakan saat pelatihan, asisten AI umum seperti ChatGPT tidak dapat berperan menjadi psikolog profesional. Sebab, platform semacam itu tidak memiliki kemampuan mendiagnosis gangguan kesehatan mental dan menyusun rencana terapi, sebagaimana psikolog profesional yang sudah terlatih.

Ke depan, perlu penelitian lebih banyak dan mendalam tentang hubungan AI dan kesehatan mental. Bagaimana dampak penggunaan AI pada kondisi psikologis dan kesehatan mental? Apakah penggunaan AI berdampak positif atau negatif? Selain itu, apakah dimungkinkan pengembangan AI yang fokus untuk membantu kesehatan mental?

Penelitian dan eksplorasi terhadap potensi dan dampak AI perlu terus-menerus dilakukan karena masih banyak yang tak kita ketahui tentang teknologi ini. Masih banyak pertanyaan tak terjawab, masih banyak jawaban yang belum ditemukan.


Komentar