Memetakan Kematian di Yogyakarta saat Pandemi Covid-19

Bagi banyak orang, bulan Juni-Juli 2021 adalah saat-saat yang mendebarkan. Saat itu, kasus Covid-19 di banyak wilayah Jawa dan Bali mengalami lonjakan yang sangat signifikan. Situasi itu pula yang saya rasakan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Sejak pertengahan Juni, kasus Covid-19 di DIY melonjak dengan tajam. Seiring dengan itu, jumlah kematian pun turut meningkat. Peningkatan kematian tak hanya terjadi pada pasien yang dirawat di rumah sakit, tetapi juga warga yang menjalani isolasi mandiri di rumah.
Sebagai wartawan yang bekerja di Yogyakarta, saya pun mengikuti fenomena kenaikan kasus Covid-19 dan kematian itu. Saya juga terus memantau kondisi rumah sakit-rumah sakit di DIY yang kewalahan menangani lonjakan pasien. Banyak rumah sakit akhirnya penuh dan tak bisa menerima pasien baru. Kondisi ini turut menyebabkan lonjakan kematian yang sangat tinggi di DIY.
Di tengah situasi itu, saya kemudian memutuskan membuat laporan mendalam mengenai lonjakan kematian di DIY. Untuk membuat tulisan itu, saya mengumpulkan data kasus Covid-19 dan kematian dari berbagai sumber, misalnya Pemda DIY dan pemerintah kabupaten/kota. Saya juga mengumpulkan data pemakaman protokol Covid-19 dari Posko Dukungan Satgas Covid-19 DIY.
Berdasar data-data itu, saya bisa mendapat gambaran tentang tingginya lonjakan kematian yang terjadi pada Juli 2021. Untuk melengkapi tulisan itu, saya kemudian membuat tiga visualisasi data menggunakan Flourish Studio.
Visualisasi data pertama adalah grafik garis yang menggambarkan dengan jelas lonjakan kematian di DIY. Grafik ini juga ingin memberi perbandingan data kematian di antara sejumlah instansi di DIY. Perbandingan ini penting karena data kematian yang dikeluarkan oleh sejumlah lembaga di DIY memang berbeda-beda.
Visualisasi kedua adalah race bar chart yang menggambarkan pergerakan jumlah warga yang dimakamkan dengan protokol Covid-19 di DIY. Dalam grafik ini, terdapat data warga yang meninggal di rumah sakit dan warga yang meninggal di rumah. Grafik ini penting untuk menggambarkan betapa jumlah warga yang meninggal dan dimakamkan dengan protokol Covid-19 cenderung terus meningkat dari awal Juli hingga akhir Juli.
Visualisasi ketiga adalah peta yang menggambarkan data warga yang meninggal di rumah dan dimakamkan dengan protokol Covid-19 di DIY. Peta tersebut bisa dilihat di bagian awal tulisan ini. Dalam peta itu, kita bisa melihat beberapa data umum tentang warga yang meninggal, misalnya usia, jenis kelamin, asal desa, dan tanggal meninggal.
Melalui peta itu, saya berharap pembaca bisa mendapat gambaran yang lebih jelas tentang banyaknya warga DIY yang meninggal di rumah dan kemudian dimakamkan dengan protokol Covid-19. Dalam banyak berita, data “warga meninggal di rumah dan dimakamkan dengan protokol Covid-19” ini sering disebut dengan “warga yang meninggal saat isolasi mandiri”.
Saya memilih tak menggunakan istilah “meninggal saat isolasi mandiri” tapi “meninggal di rumah” karena istilah isolasi mandiri adalah istilah yang identik dengan warga yang berstatus positif Covid-19. Padahal, banyak warga yang meninggal di rumah dan dimakamkan dengan protokol Covid-19 sebenarnya tak berstatus positif Covid-19.
Sebagian dari mereka berstatus suspect, probable, atau bahkan tak diketahui statusnya karena tidak menjalani tes. Oleh karena itu, bagi saya, istilah “meninggal di rumah” merupakan istilah lebih umum yang bisa mencakup warga dengan beragam status.
Tulisan saya soal lonjakan kasus kematian di DIY itu kemudian dimuat di Rubrik Tutur Visual Kompas.id dengan judul “Saat Kematian Makin Akrab di Yogyakarta” pada 2 Agustus 2021.
Saya butuh waktu cukup lama untuk menyelesaikan tulisan itu. Selain karena proses pengumpulan data dan reportase yang butuh waktu, saya menghabiskan waktu lama untuk membersihkan dan mengolah data agar siap divisualisasikan. Apalagi, ini kali pertama pula saya membuat peta interaktif menggunakan Flourish sehingga saya harus melakukan uji coba berkali-kali.
Oh ya, tulisan “Saat Kematian Makin Akrab di Yogyakarta” juga saya setor sebagai penugasan setelah saya mengikuti pelatihan jurnalisme data yang digelar oleh Kompas pada Juni lalu. Beragam materi yang saya dapat dalam materi itu saya coba praktikkan saat membuat tulisan tersebut beserta visualisasi pendukungnya. Meski hasilnya belum benar-benar memuaskan, saya cukup senang bisa mempelajari dan mempraktikkan ilmu baru.